BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjalanan
sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam
pada masa kerajaan Islam.Masuk
dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan
sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang
sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan
pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13
M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada
abad ke-7 M. Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa
daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh kemudian
mulai disebarluaskan di daerah lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendidikan islam di Sumatera?
2. Bagaimana
metode pembelajaran dan perkembangan pendidikan islam di Sumatera?
3. Bagaimana
pendidikan islam pada masa kerajaan di sumtera?
4. Dan
siapa-siapa sajakah yang mengembangkan penidikan islam di Sumatera?
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA
A. SEJARAH
ISLAM DI SUMATERA
1. Sejarah
Islam di Aceh
Masa
kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini karena lahirnya kerajaan Islam yang
disertai berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu sangat mewarnai sejarah
Islam di Indonesia. Terlebih-lebih, agama Islam juga pernah dijadikan sebagai
agama resmi negara kerajaan pada saat itu.
Perjalanan
sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam
pada masa kerajaan Islam ini. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa kerajaan
Islam di Indonesia,[1]
2. Kerajaan
Islam di Aceh
a) Kerajaan
Samudera Pasai
Para
ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia (khususnya Sumatera)
sejak abad ke-7 atau 8 M. Meskipun Islam sudah masuk pada abad ke-7 atau 8 M
tersebut, ternyata dalam perkembangaannya mengalami proses yang cukup lama,
baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam.[2]
Kerajaan
ini berdiri pada abad ke-10 M/ 3 H. Raja pertamanya adalah Al-Malik Ibrahim bin
Mahdum, yang kedua bernama Al-Malik al Shaleh dan yang terakhir bernama
Al-Malik Sabar Syah.
Seorang
pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M singgah di
Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zhahir pada perjalanannya ke
Cina. Ibnu Batutah mengemukakan bahwa sistem pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai, yaitu:
·
Materi pendidikan dan
pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqih mazhab syafi’i
·
Sistem pendidikannya secara
informal berupa majelis taklim dan halaqah
·
Tokoh pemerintahan merangkap
sebagai tokoh agama
·
Biaya pendidikan agama
bersumber dari negara[3]
b) Kerajaan
Periak
Kerajaan
Perlak merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Sultan Mahdum
Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat sebagai
Sultan keenam.
Di Perlak terdapat suatu lembaga
pendidikan lainnya berupa majelis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para
murid yang alim dan mendalam ilmunya. Pada majelis taklim ini diajarkan kitab-kitab
agama yang berbobot dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan
Imam Syafi’i. Dengan demikian, pada Kerajaan Perlak ini proses pendidikan islam
telah berjalan dengan baik. [4]
c) Kerajaan
Aceh Darussalam (1511-1874)
Kerajaan
Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah 916 H (1511 M)
menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan
sejak berabad-abad yang lalu, yang berlandaskan pendidikan Islam dan Ilmu
Pengetahuan.
Proklamasi Kerajaan Aceh Darussalam
tersebut merupakan hasil peleburan Kerajaan Islam Aceh di belahan Timur. Putra
Sultan Abidin Syamsy Syah diangkat menjadi raja dengan gelar Sultan Alauddin
Ali Mughayat Syah (1507-1522).
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu
pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar negeri
sehingga banyak orang luar yang datang ke Aceh Darussalam untuk menuntut ilmu.
Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang
pendidikan dan ilmu pengetahuan, diantaranya Balai Seutia Hukuma, Balai
Seutia Ulama, Balai Jamaah Himpunan Ulama.[5]
Adapun jenjang
pendidikan yang ada adalah sebagai berikut:
- Meunasah (Madrasah), terdapat di setiap kampung berfungsi sebagai sekolah dasar. Materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, akhlak dan sejarah Islam.
- Rangkang, meruapakan masjid sebagai tempat berbagai aktiviitas umat termasuk pendidikan. Materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, akhlak, fiqih dan lain-lain.
- Dayah, terdapat disetiap ulebalang dan terkadang berpusat di masjid. Materi yang diajarkan yaitu fiqih, bahasa arab, tauhid, tasawuf/ akhlak, ilmu bumi, sejarah.
d).Kerajaan Siak
Sultan pertamanya adalah Abdul Jalil Rahmad Syah yang memerintah sebagai Sultan Siak I (1723-1746 M). Pada masa kerajaan Siak II di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1765 M) adalah zaman panji-panji Islam berkibar di Siak. Islam diperkirakan masuk ke Siak pada abad ke-12 M.
Demikianlah diantara
kerajaan-kerajaan yang berada di Sumatera yang berasaskan Islam, perlu
ditekankan bahwa semua kerajaan tersebut telah mendukung penyiaran pendidikan
Islam, baik di Sumatera maupun di luar daerah Sumatera.
B. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA
1. PENDIDIKAN
ISLAM DI MINANGKABAU
Menurut
sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M. Ulama
yang termasyhur sampai sekarang sebagai pembawa Islam ke Minangkabau adalah
Syekh Burhanuddin yang dilahirkan di Sintuk Pariaman tahun 1066 H/ 1646 M dan
wafat tahun 1111 H/ 1691 M. Dia mengajarkan agama Islam dan membuka madrasah
(surau) tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam. Menurut Prof. H. Mahmud
Yunus, Syekh inilah yang pertama kali mendirikan madrasah untuk menyiarkan
pendidikan dan pengajaran Islam di Minangkabau dengan sistem yang lebih teratur
sesuai dengan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang digunakan gurunya,
Syekh Abdul Rauf di Aceh.[7]
Agama Islam
masuk ke Minangkabau melalui dua arah, yaitu:
1. Dari
Malaka, melalui Sungai Siak dan Sungai Kampar lalu ke pusat Minangkabau.
2. Dari
Aceh, melalui pesisir barat.
Dengan
tersebarnya Islam di Minangkabau, adat setempat yang berlawanan dengan syara
mulai ditinggalkan. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam negeri dinamai Hukum
Adat. Dan peraturan-peraturan secara Islam dinamai Hukum Syara’ sehingga
terkenal pepatah, “Adat bersendi Syara’, Syara’ bersendi kitabullah”. Pada
setiap desa, diangkat seseorang sebagai tempat bertanya tentang hukum adat yang
dinamai “Cermin yang tiada kabur, pelita yang tiada paham”. Adapun yang
menetapkan hukum syara’ adalah Suluh nan terang. Di Minangkabau terkenal
empat sebutan orang, yaitu: Penghulu (Raja dalam suku), Manti (Menteri),
Dubalang (Polisi dalam suku) dan Malim (Kepala agama).[8]
Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami
perkembangan yang pesat karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang
masuk ke sana. Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara
lain:
a.
Belajar huruf Hijaiyah seperti
halnya di Aceh.
b.
Pengajian kitab yang terbagi atas
tiga tingkatan, yaitu: Nahwu, Saraf, dan
Fiqih, Tauhid, Tafsir.
c.
Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq,
dan Balaghah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu halaqah
dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat
pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau kemudian dibuat ruang-ruang berbentuk
kelas, dinamakan madrasah.
Sebagaimana
telah disebutkan di muka, bahwa Syekh Burhanuddin adalah orang pertama yang
melakukan pendidikan keislaman. Diantara muridnya yang termasyhur adalah Tuanku Mansiang Nan
Tuo di Paninjauan. Selain itu, ada pula Tuanku di Tanah Rao, dan masih banyak
lagi para Tuanku yang mengajarkan ilmu agama Islam di Minangkabau. Namun, perlu
dicatat bahwa untuk jalannya pendidikan Islam, tiap-tiap negeri mendirikan balai
adat (tempat musyawarah), masjid (tempat beribadah), air tepian (tempat
mandi), dan pasar (tempat berjual-beli).[9]
Pada tahun 1803, tiga orang anak
Minangkabau yang melaksanakan ibadah haji di Mekah, yaitu seorang dari Pandai
Sikat, seorang dari Sumanik (Tanah Datar) dan seorang lagi dari Piobang, Lima
Puluh Koto. Di Mekkah pada masa itu sedang gencar-gencarnya ajaran Wahabi, maka
merea pun mempelajari ajaran Islam Wahabi itu. Orang Pandai Sikat diberi gelar
Haji Miskin. Dalam mengajarkan ajaran agama Islam, ia menggunakan cara yang
dirasa oleh orang Minangkabau terlalu keras, hingga ia dikeluarkan oleh
penduduk setempat dari daerahnya, lalu ia pindah ke Luhak Limapuluh, bertempat
di masjid Sungai Landir di Air Tabit. Di sana, ia bersungguh-sungguh menjalankan ajaran Islam menurut mazhab
Wahabi. Akibatnya timbullah kerusuhan di dalam negeri sehingga merea sepakat
untuk membunuh Haji Miskin menyebabkan Minangkabau terpech menjadi dua aliran,
yaitu aliran lama yang dipimpin oleh Tuanku Nan Tuo dan Pakih Sagir yang tetap
menghormati adat yang sesuai dengan budaya Islam, dan aliran baru yang
menentang adat, yang pemimpinnya terkenal dengan sebutan Tuanku Nan Selapan
yang digelari orang Harimau Nan Selapan. Tuanku Nan Selapan ini terdiri
dari:
1. Tuanku
di Kubu Sanang;
2. Tuanku
di Ladang Lawas;
3. Tuanku
di Padang Luar;
4. Tuanku
di Galung;
5. Tuaku
di Koto Ambalau;
6. Tuanku
di Lubuk Aur;
7. Tuanku
di Bangsah (Tuanku Nan Rinceh);
8. Tuanku
Haji Miskin.
Tokoh yang terkenal dalam perang
Paderi adalah Tuanku Imam Bonjol. Dari segi sejarah pendidikan Islam Malin
Basa (Tuanku Imam Bonjol) sangat berjasa dalam proses penyebaran pendidikan
agama Islam sesuai dengan sistem yang dibawa dari Mekkah. Namun, penjajahan
Belanda di Minangkabau selama 108 tahun, membuat pengajaran agama Islam mundur
sehingga datang pembaharu kedua, ketiga dan seterusnya.
Pada masa sebelum tahun 1900, sistem
pendidikan di Minangkabau dinamai sistem lama. Sistem lama itu dilakukan dengan
pengajian Al-Qur’an sebagai pendidikan Islam pertama. Sistem ini meliputi cara
mengajarkan huruf Al-Qur’an (hijaiyah), yaitu dengan cara mengajarkan
nama-nama huruf menurut tertib Qidah Bagdadiyah, kemudian titik huruf,
macam-macam baris dan membaca juz Amma, selanjutnya mushaf Al-Qur’an. Cara
mengajarkan ibadah bermula dari bersuci, wudhu, lalu shalat. Cara mengajarkan
akhlak melalui cara menceritakan nabi-nabi dan orang shaleh, serta suri teladan
dari guru agamanya. Cara mengajarkan iman, dengan cara mengajarkan keimanan.
Pengajian kitab yang diajarkan bila anak telah mampu membaca Al-Qur’an, yaitu
dengan mempelajari kitab nahu, sharaf, ilmu fikih, ilmu tafsir dan lain-lain.
Adapun sistem
baru yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran di Minangkabau dimulai
tahun 1900-1908. Pada tahun 1909-1930, lahirlah madrasah-madrasah yang
menggunakan sistem baru (klasikal). Sekolah yeng pertama kali menggunakan
sistem baru tersebut adalah Sekolah Adabiyah di Padang yang didirikan oleh
Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. [10]
Di
samping madrasah-madrasah yang diperuntukkan bagi anak-anak,
perguruan-perguruan tinggi Islam pun mulai berdiri seperti Sekolah Tinggi Islam
yang didirikan oleh Mahmud Yunus pada tanggal 9 Desember 1940.
Sejak
1945-1959 sekolah-sekolah pemerintah resmi dimasukkan, serta guru-guru agama
pun ditetapkan dan mendapat gaji. Hasil ini didapat diantaranya karena
perjuangan Mahmud Yunus yang pada waktu itu menjabat sebagai pemeriksa agama
pada kantor pengajaran di Minangkabau. Dari sanalah, pendidikan Islam
dikembangkan dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Di antara para
pembaharu pendidikan Islam di Minangkabau adalah H. Muh. Taib Umar (1874-1920),
Syekh H. Abdul Karim Amrullah (1879-1945), Syekh H. Ibrahim Musa (1884), Syekh
Abdullah Ahmad (1878-1933), Syekh M. Jamil Jambek (1860-1947), Syekh H. Abbas
Abdullah (1883-1957), Zaenuddin Labai el Yunusi (1890-1924).
Merekalah
yang berjasa besar terhadap kemajuan pendidikan Islam di Minangkabau yang sampai
sekarang masih terus ditumbuhkembangkan.[11]
C.Sejarah awal pertumbuhan surau
Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari
Bahasa Sanskerta yang berasal dari kata-kata “Suro”, diartikan sebagai “tempat
penyembahan”. Berdasarkan pengertian asalnya ini dapat disimpulkan bahwa
pengertian surau pada awalnya adalah: “Bangunan kecil tempat untuk penyembahan
arwah nenek moyang”. Fungsi surau berdasarkan pengertian di atas berjalan cukup
lama, bahkan diperkirakan sampai islam masuk ke daerah ini. Masa perkembangan
berikutnya, yaitu ketika surau di minangkabau memasuki tahap Islamisasi,
terminologi surau kemudian mengalami perluasan makna menjadi salah satu tempat
peribadatan bagi umat islam sekaligus menjadi salah satu institusi pendidikan
Agama Islam bagi masyarakat Minangkabau.
Aktivitas ibadah dan pendidikan Islam muncul di surau untuk
pertama kalinya ketika Syekh Burhanuddin mengajarkan dan mengembangkan Islam di
Surau Ulakan Pariaman. Tatkala islam masuk, kehadiran surau pertama kali
diperkenalkan oleh syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan shalat dan
pendidikan tharekat (suluk), dengan cepat bisa tersosialisasi secara baik dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau. Posisi surau kemudian mengalami perkembangan.
Selain fungsinya diatas, surau juga menjadi tempat berkumpulnya anak laki-laki
yang telah baligh dan persinggahan bagi para perantau.
Diantara ulama besar minangkabau yang pernah belajar di
surau ulakan adalah tuanku mansiang nan tuo yang mendirikan surau paninjauan
dan tuanku nan kacik yang mendirikan surau di koto gedang. Kemudian ulama
minangkabau ini melalaui surau-surau yang didirikannya, menyebarkan ajaran
islam yang menghasilkan ulama-ulama islam minangkabau yang baru, seperti tuanku
nan tuo di koto tuo. Dari sini kemudian surau berkembang dengan pesat diwilayah
minangkabau
Susunan materi pendidikan Islam di Minagkabau, antara lain
sebagai berikut:
a.
Belajar huruf hijaiyyah sebagaimana
di Aceh
b.
Pengajian kitab yang terbagi atas
tiga tingkatan,:
Mengaji Nahwu, Saraf, dan Fiqih
c.
Mengaji Tauhid
d.
Mengaji Tafsir
e.
Pengajiian Ilmu Tasawuf
Dikemudian hari baru diketahui sumber kitab-kitab baru yang
masuk ke Minagkabau. Sumber terbanyak adalah dari Mesir dan Singapura. Setelah
berdiri took kitab Syekh Ahmad Khalid Bukit tinggi kitab-kitab tersebut dipesan
dari Mesir. Bahkan, majalah Al Manar
yang membawa aliran baru itupun mudah masuk ke Minagkabau. System
pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu system halaqah
dan system majelis taklim.
Pada tahun 1911, pendidikan islam di Minagkabau tidak hanya
di Pandang sebagai milik para murid madrasah atau santri, melainkan menjadi
milik masyarakat Minangkabau secara keseluruhan. Hal itu disebabkan lahirnya
majalah pertama di Indonesia yang memuat tentang pendidikan Islam untuk seluruh
lapisan masyarakat yaitu majalah Al
Munir. Majalah ini diterbitkan di Padang oleh Syekh H. Abdulloh Ahmad yang
dibantu oleh Syekh Abdul Karim Amrulloh dan Syekh M. Thaib Umar juz I majalah Al Munir terbit tanggal 1 April 1911M.
Beberapa pokok masalah yang menjadi Objek berita majalah Al
Munir sebagai bahan peendidikan masyarakat luas Minagkabau adalah:
1.
Nilai-nilai kebaikan yang diajarkan
oleh Islam dengan menyandarkan seluruh isi ajaran kepada Al Qur’an dan Hadist.
2.
Ilmu sejati, mengupas masalah
keimanan secara bersambung .
3.
B2eberapa risalah yang berkaitan
dengan perkembangann ilmu pengetahuan.
4.
Soal jawab tentang berbagai
persoalan agama.
5.
Berita tentang kejadian-kejadian
yang ada di dalam dan di luar negeri teruatam di neagara-negara Islam.
6.
Buah pikiran yang isinnya mengajak
para pembaca merenung dengan menggunakan akal dan pikiranya.
7.
Masalah adab dan akhlak yang
bersambung tiap-tiap juz.
1.PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI
Jambi
adalah salah satu daerah yang berpegang teguh pada ajaran Islam. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya pesantren/madrasah di Jambi, seperti berikut:
1. Pesantren/
Madrasah Nurul Iman di Jambi
Pesantren
ini didirikan pada tahun 1332 H oleh H. Abdul Samad. Pada mulanya sistem ini
digunakan sama seperti pesantren-pesantren lainnya, yaitu sistem halaqah. Namun,
beberapa tahun kemudian memakai sistem klasikal, yaitu dalam pelaksanaan
pengajarannya menggunakan ruangan kelas, papan tulis, meja, bangku dan
sebagainya.
2. Madrasah
Sa’adatud Darain
Madrasah
ini didirikan oleh H. Ahmad Syakur. Sistemnya sama dengan madrasah Nurul Iman.
Murid-muridnya kurang lebih 300 orang dengan gurunya 20 orang di tahun 1957.
3. Madrasah
Nurul Islam
Madrasah
ini didirikan oleh Kamas H. Muh. Shaleh. Jumlah muridnya hampir sama dengan
madrasah Sa’adatud Darain.
4. Madrasah
Jauharain
Madrasah
ini didirikan pada tahun 1340 H oleh H. Abd. Majid. Muridnya hampir sama dengan
madrasah Nurul Islam
-Madrasah
As’ad
Madrasah ini didirikan
oleh K. Abd. Kadir pada tahun 1952. Sistemnya seperti dikemukakan prof. H. Mahmud
Yunus, yaitu mengikuti sistem-sistem madrasah di Minangkabau. Begitu pula,
buku-buku yang dipelajarinya.[13]2.PENDIDIKAN ISLAM DI ACEH
Sejak masuknya
Islam ke Aceh sekitar tahun 1290 M, pendidikan Islam lahir dan tumbuh dengan
suburnya, terutama dengan berdirinya kerajaan Islam di Pasai. Pesantren-pesantren
pun dibangun dengan bantuan pihak pemerintah Islam pada waktu itu. Masa
pemerintahan Iskandar Muda, merupakan zaman keemasan bagi pendidikan Islam
sehingga tumbuh nama-nama ulama yang termasyhur seperti: Syekh Nurudin
Ar-Raniri, Syekh Ahmad Khatib Langin, Syekh Syamsudin As-Sumatrawi, Syekh
Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf dan muridnya dan Syekh Burhanuddin yang
kemudian menjadi ulama besar di Minangkabau.
Syekh Abdur Rauf adalah ulama yang
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu. Tafsir Al-Qur’an iru bernama Tarjamanul
Mustafid Bil Jawi. Ulama-ulama Aceh pun telah mengarang kitab-kitab dengan
bahasa Aceh, seperti: Akhbarul Karim, Bahaya Siribene dan masih banyak
lagi. Hal ihwal tentang pendidikan Islam di Aceh cukup semarak dan maju karena
mendapat dukungan dari pihak pemerintah. Namun, sangat disayangkan, keadaan
yang damai dalam menjalankan syariat pendidikan Islam terbengkalai setelah
timbulnya kerusuhan-kerusuhan antara kampung yang satu dan kampung yang
lainnya. Pada tahun 1873-1904 terjadi peperangan Aceh karena ulah para penjajah
Belanda terhadap umat Islam yang bermaksud menghancurkan persatuan dan kesatuan
di kalangan umat Islam.
Setelah
perang selesai, pendidikan Islam pun berkembang kembali hingga mengalami
berbagai pembaharuan mulai rencana pengajaran sampai pembagian tingkat atau
kelas.[14]
3.PENDIDIKAN
ISLAM DI SUMATERA UTARA
Pendidikan
Islam di Sumatera Utara ditandai oleh tumbuhnya berbagai pesantren dan madrasah
yang cukup qualified dalam mencetak kader penerus cita-cita bangsa dan
agama. Di antara pesantren yang terkenal adalah pesantren Syekh Hasan Ma’sum di
Medan (1916 M), Pesantren Syekh Abdul Wahab Sungai Lumut, Panai Labuhanbilik
(Labuhanbatu), Pesantren/ Madrasah Abdul Hamid Tanjung Balai, Asahan dan
Pesantren Syekh Sulaiman At-Tambusy (Kualuh). Adapuan madrasah yang terkenal
adalah Madrasah Maslurah (1331 H/ 1912 M), Madrasah Aziziyah (1923 M). Madrasah
Lilbanat, dan Maktab Islamiyah Tapanuli Medan (1336 H/ 1918 M).[15]
Pesantern
dan madrasah tersebut sudah mempraktikkan rencana pengajaran yang tersusun rapi
memakai sistem klasikal dan bertingkat bagi madrasah, mempelajari kitab klasik
bagai pesantren dan ilmu pengetahuan umum bagi madrasah.
Di samping
pesantren dan madrasah, telah berdiri pula Universitas Islam Sumatera Utara
(UISU) yang didirikan di Medan tanggal 7 Januari 1952 M yang mulanya bernama
Perguruan Tinggi Islam Indonesia Medan. Perubahan nama menjadi UISU terjadi
pada tahun 1956 M.
4.PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA SELATAN
(PALEMBANG DAN LAMPUNG)
Memasuki tahun 1930-an muncul
berbagai lembaga pendidikan Islam di beberapa wilayah di karesidenan Palembang,
terutama di Palembang antara lain; Madrasah Al-Ilhsan 10 ilir, Madrasah
Arabiyah 13 Ulu, Madrasah Nurul Falah, Madrasah Muhammadiyah, Madrasah Darul
Funun dan Madrasah Ma’had Islami Selain dalam format Madrasah, Lembaga
pendiidkan Islam di Palembang juga muncul dalam format sekolah umum ala Belanda
yang akhirnya disebut sekolah Islam, artinya dalam penyelenggaraan pendidikannya
juga menyajikan materi pelajaran agama. Berbagai pembaharuan dalam berbagai
unsur baik dari segi organisasi, administrasi, kurikulum maupun aspek-aspek
yang terdapat dalam system dan lembaga pendidikan Islam di Palembang dan
bersumber pada ide-ide yang dibawa oleh para alumni pusat-pusat pendidikan
Islam di Timur Tengah, adopsi dari sistem dan lembaga dan lembaga pendidikan
Barat yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu bersumber juga
dari gerakan pembaharuan pendidikan pendidikan di Indonesia khususnya dari
pulau jawa dan pemikiran serta aksi pembaharuan social dan keagamaan Islam yang
dibawa oleh organisasi Islam semacam Muhammadiyah dan Al-Irsyad.
Sistem
pengajaran di pesantren dan madrasah di Sumatera Selatan dalam hal pendidikan
Islam hampir sama dengan di Jawa, bagitu pula kitab yang dipelajrainya. Pesantren
dan madrasah yang terkenal, seperti: madrasah Al-Qur’aniyah, Sekolah Ahliyah
Diniyah, Madrasah Nurul Falah dan Madrasah Darul Funun.
Di
samping pesantren dan madrasah juga telah berdiri Perguruan Islam Tinggi
Palembang di Sumatera Selatan pada tahun 1957 M.[16]
5.Sekilas tokoh syekh Burhanuddin
Syekh
Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066 H = (1646 M) dan
wafat 1111 H (1691 M). Menurut riwayatnya,
syekh Burhanuddin belajar ilmu agama di Aceh (Kotaraja) pada Syekh Abdur-Rauf
bin Ali berasal dari Singkil. Beliau belajar dengan rajin, sehingga menjadi
seorang ulama besar. Kemudian beliau kembali pulang ke Pariaman menyiarkan ilmu
agama Islam. Mula-mula di kampung tempat lahirnya di Sintuk, kemudian pindah ke
Ulakan. Di Ulakan beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan membuka madrasah
(surau) tempat pendidikan dan pengajaran Islam
Beberapa tahun lamanya beliau menunaikan tugasnya memberikan
pendidikan dan pengajaran Islam, maka pada tahun 1111 H = (1691 M) beliau
meninggal dunia dalam usia kurang lebih 45 tahun. Dan dikuburkan di Ulakan,
tempat beliau mengajar itu. Kemudian berturut-turut digantikan oleh
murid-muridnya yang meninggal pula di sana ada yang di kuburkan dekat kuburan
gurunya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjalanan sejarah pendidikan islam
di Indonesia terjadi karena lahirnya kerajaan islam di Indonesia yang
sangat mewarnai sejarah pendidikan islam di Indonesia terlebih-lebih agama
islam di Indonesia, pengajaran islam serta penyebaran islam bertambah maju.
Para
ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia (khususnya Sumatera)
sejak abad ke-7 atau 8 M. Pada zaman kerajaan Samudera Pasai, sistem pendidikan
mencakup: materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqih
mazhab syafi’i; sistem pendidikannya secara informal berupa majelis taklim dan
halaqah; tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama; biaya pendidikan
agama bersumber dari negara.
B.
Saran
Demikianlah isi dari
makalah kami ini. Dan kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan maupun
penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun diri para
pembaca dimi perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi selanjutnya.
Akhirulkallam, kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata-kata, dan kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
DAFTAR
PUSTAKA
Rukiati,
K Enung dan Hikmawati, Fenti. 2006. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia
Hasbullah.
1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Zuharini,
dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya
Drs. H. A. Mustofa, Drs. Abdullah Aly, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Pustaka setia, Bandung: 1999.
Dra. Hj. Enung K Rukiati, Dra. Fenti
Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, pustaka setia, Bandung; 2006.
[1] Enung K Rukiati dkk, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.29
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 28
[3] Zuharini, dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 136
[4] Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.
30
[5] Enung K Rukiati dkk, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.32
[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 32
[7] Enung K Rukiati dkk, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.34
[8] Ibid.,
hlm.35
[9] Enung
K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka
Setia, 2004), hlm.35
[11] Ibid.,
[15] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992), hlm. 185
[16] Enung K Rukiati dkk, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar